Senin, 16 November 2009

Budidaya Lidah Buaya

TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN DIVERSIFIKASI PRODUK
LIDAH BUAYA
Taryono dan Rosihan Rosman
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
ABSTRAK
Tanaman lidah buaya (Aloe vera L.)
merupakan salah satu tanaman obat yang
termasuk ke dalam keluarga Liliaceae. Hasil
dari tanaman ini adalah gelnya. Sebagai
komoditi ekspor yang cukup berkembang di
Indonesia dan telah menunjukkan perannya
dalam memberikan lapangan kerja di bidang
pertanian, perdagangan dan industri serta
peningkatan pendapatan petani, maka untuk
mendukung pengembangannya harus
diperhatikan teknologi budidaya dan potensi
diversifikasi produknya. Teknologi budidaya
yang tepat dengan dasar pemilihan lokasi yang
sesuai persyaratan tumbuh dan mengarah ke
diversifikasi produk akan dapat meningkatkan
hasil tanaman, sehingga kebutuhan akan bahan
baku akan lebih tersedia.
PENDAHULUAN
Tanaman lidah buaya (Aloe vera
L.) termasuk dalam keluarga Liliaceae,
berasal dari Kepulauan Canary sebelah
barat Afrika dan diperkirakan masuk
Indonesia pada abad ke 17. Lebih dari
17 jenis lidah buaya telah dibudidaya-
kan di daerah tropis (Yogi et al., 1977),
namun saat ini ada tiga jenis yang
diusahakan komersial, yaitu Aloe
barbandensis dari Amerika, Aloe ferox
dari Afrika dan Aloe sinensis dari Asia
(Cina). Aloe barbandensis adalah yang
terbaik karena lebih tahan terhadap
hama dan penyakit, ukurannya jauh
lebih besar dibanding jenis lainnya
(Wahid, 2000). Tanaman ini telah
digunakan sebagai tanaman obat di 23
negara dan tercantum dalam daftar
prioritas WHO, karena mengandung
senyawa yang bermanfaat bagi
kesehatan tubuh (Djubaedah, 2003).
Salah satu negara pengguna lidah
buaya adalah Jepang, kebutuhan negara
tersebut untuk aloe segar mencapai 20
kontainer (300 ton/bulan) yang dipasok
dari Brazil dan Thailand. Negara
pengguna lainya adalah Amerika
Serikat yang mengimport aloe segar
pada tahun 1996 sebanyak 200.000
lembar atau setara dengan 100
ton/tahun. Harga gel kering beku tahun
1994 sebesar US $ 300 per kg naik
menjadi US $ 450 per kg pada tahun
1996 (Wahid, 2000).
Indonesia saat ini masih
mengimpor lidah buaya dalam bentuk
powder, aloe soap, sari aloe dan
sebagainya. Sampai saat ini belum ada
data yang pasti mengenai
kebutuhannya, akan tetapi terlihat
adanya kecenderungan yang semakin
meningkat terus dari waktu ke waktu
penggunaannya. Di Indonesia lidah
buaya dibudidayakan sejak beberapa
tahun lalu dalam skala yang cukup luas
di Pontianak, Kalimantan Barat. Jenis
yang diusahakan di daerah tersebut
adalah Aloe sinensis yang berasal dari
Cina (Taryono dan Ruhnayat, 2002).
Makin berkembangnya peman-
faatan lidah buaya yang beragam
dibidang kesehatan dan kosmetika, Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
12
sedangkan pasokan ke pasar dalam dan
luar negeri masih kurang maka peluang
agribisnis tanaman ini masih terbuka
lebar, maka diperlukan suatu upaya
untuk mempertahankan kelangsungan
industri tersebut adalah dengan
memperhatikan teknologi budidaya dan
panen yang tepat serta diversifikasi
produknya.
LINGKUNGAN TUMBUH
Untuk dapat tumbuh dan
menghasilkan tanaman lidah buaya
memerlukan lingkungan yang sesuai
dengan persyaratan tumbuhnya.
Lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman akan lebih efisien
dalam penggunaan berbagai faktor
teknologi. Selain itu akan terhindar dari
kegagalan.
Lidah buaya dapat ditanam pada
jenis tanah podsolik latosol, andosol
dan regosol yang memiliki drainase
yang baik, kandungan bahan organik
tinggi dan gembur. Pupuk organik
diperlukan pada tanah-tanah yang
rendah kandungan bahan organiknya.
Kemasaman tanah (pH) yang
diperlukan antara 5,5 – 6,0.
Tanaman lidah buaya dapat
tumbuh mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi, namun untuk
berproduksi secara optimal
menghendaki ketinggian 200 – 700 m
dpl (di atas permukaan laut). Tanaman
ini termasuk tanaman yang
membutuhkan cahaya sinar matahari
penuh (iklim panas) dengan
kelembaban cukup tinggi, sekitar 16
sampai 30o
Celcius, curah hujan
berkisar 2500 – 4000 mm/tahun.
Apabila ditanam pada daerah yang
terlalu teduh (kurang mendapat sinar),
daunnya tidak berkembang
(memanjang), dan mudah patah,
sehingga hasil yang diperoleh tidak
menguntungkan dan tidak diterima di
pasar. Di daerah Bogor lidah buaya
ditanam pada ketinggian 240 m dpl,
dengan curah hujan rata-rata 3500
mm/tahun, tipe iklim C menurut
Schmidt dan Perguson.
Balittro juga telah menyusun
peta kesesuaian lahan dan iklim untuk
tanaman lidah buaya di Pulau Jawa
Bagian Barat (Rosman, 2002). Dari
peta tersebut (Gambar 1) diuraikan
daerah yang sesuai yaitu daerah dengan
ketinggian 0 – 1000 m di atas
permukaan laut dengan curah hujan
antara 2000 – 4000 mm per tahun, pH
masam sampai agak masam dengan
jenis tanahnya Aluvial, Latosol,
Podsolik, Andosol dan Regosol.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Pembibitan
Tanaman lidah buaya
diperbanyak secara vegetatif dengan
cara memindahkan anaknya dari pohon
induk yang telah berumur di atas 2
tahun. Bibit diambil dengan cara
mencokel anakan, diusahakan supaya
akarnya tidak terputus. Akhir-akhir ini
teknik perbanyakan in vitro (kultur
meristem) banyak dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan bibit dalam
jumlah banyak. Anakan yang
digunakan untuk bibit diusahakan yang
sudah mempunyai 1 – 2 daun dengan
panjang 3 – 5 cm.
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
13

Terdapat dua cara pembibitan
yang bisa dilakukan, yaitu
menggunakan bedengan dan kantong
plastik hitam (polibag). Bedengan
dibuat dengan ukuran lebar 2 m dan
panjang disesuaikan dengan keadaan
lokasi. Bedengan disiapkan dengan
mengolah tanah sebanyak dua kali,
tanah diaduk dengan pupuk kandang
yang sudah matang (kotoran ayam,
sapi, kambing) secara merata.
Kemudian bibit lidah buaya didederkan
dengan jarak tanam 20 x 20 cm.
Pembibitan pada polibag dilakukan
dengan menggunakan tanah yang
dicampur kompos, pasir dan pupuk
kandang dengan perbandingan 2 : 1 : 1.
Lama pembibitan dari kedua cara
tersebut di atas sekitar 3 – 5 bulan.
Pembibitan diusahakan bebas dari
gulma dan kekeringan. Bibit dapat
dipindahkan ke kebun setelah berdaun
3 – 6 buah dengan panjang sekitar 20 –
25 cm.



Pengolahan tanah dan penanaman
Tanah dibajak beberapa kali
sampai gembur, kemudian dibuat
saluran-saluran drainase dan bedengan.
Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 1
– 2 m, tinggi 30 – 40 cm, dan panjang
disesuaikan dengan kondisi di
lapangan. Bibit ditanam dalam lubang
tanam dengan kedalaman ± 10 cm,
karak tanam dalam barisan 80 – 90 cm
dan antar baris 100 – 150 cm. Untuk
tanah yang pH-nya rendah (masam)
perlu diberi kapur sehingga mencapai
pH antara 5,5 – 6,0. Pada waktu
menanam diusahakan agar tidak terjadi
pelukaan dan daunnya tidak patah.
Tanaman lidah buaya mulai kelihatan
tumbuh baik 2 – 3 minggu setelah
tanam. Penyiraman diberikan sesuai
dengan kebutuhan.



Sumber : Rosihan Rosman (2002)

Gambar 1. Peta kesesuaian lahan lidah buaya di Pulau Jawa Bagian Barat Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
14
Pemeliharaan
Pemupukan
Setiap lobang tanam diberikan
pupuk kandang yang sudah matang
sebanyak 3 – 5 kg, pada waktu 1 – 2
minggu sebelum tanam. Untuk
mencegah serangan patogen, kedalam
lobang tanaman diberikan Furadan
dengan dosis 10 kg/ha. Pupuk SP-36
sebanyak 100 – 200 kg/ha diberikan
sebelum tanam. Sedangkan pupuk Urea
diberikan sebanyak 25 – 50 kg/ha dan
pupuk KCl sebanyak 75 – 150 kg/ha
diberikan setelah tanaman berumur 3 –
5 minggu. Setelah tanaman berumur 8
– 10 minggu diberikan pupuk susulan
Urea sebanyak 75 – 150 kg/ha dan
KCL 75 – 150 kg/ha. Pupuk diberikan
dengan cara digali sedalam 8 – 10 cm
sekeliling tanaman. Pemupukan Urea
dan KCl diulangi pada tahun ke 2 dan
ke 3, dosisnya sama dengan tahun
pertama.
Tanaman lidah buaya banyak
menyerap unsur hara, untuk memenuhi
kebutuhan hara tersebut beberapa
petani melakukan pengangkatan
tanaman produktif (umur > 1 tahun),
kemudian pada lobang tanam tersebut
dimasukkan lagi pupuk kandang/
kompos, selanjutnya tanaman lidah
buaya ditanam kembali. Stres (stagnasi)
akan pulih kembali setelah 1 – 2
minggu.
Pemberian mulsa
Mulsa diberikan bersamaan
dengan penanaman, dengan tujuan
untuk menekan pertumbuhan gulma,
memperbaiki kondisi fisik permukaan
tanah, mengurangi derasnya aliran air
permukaan, menjaga kestabilan suhu
tanah, memberi kelembaban yang ideal
dan menekan pertumbuhan tunas baru.
Mulsa yang diberikan bisa berasal dari
serasah atau jerami padi yang kering,
yang dihamparkan sekitar lingkungan
pertanaman.
Penyiangan, pembumbunan dan
pemangkasan
Penyiangan bertujuan untuk
membersihkan gulma dan biasanya
dilakukan sebulan satu kali atau sesuai
dengan kebutuhan. Bersamaan dengan
penyiangan dilakukan pula penyulam-
an bagi tanaman yang mati dan juga
pembumbunan. Pembumbunan dilaku-
kan untuk memperdalam saluran
dengan menaikkan tanah kedalam
bedengan, dilakukan pada waktu
penyiangan ke dua atau pada saat
tanaman berumur 8 – 10 minggu.
Pembumbunan berikutnya dilakukan
sesuai dengan kebutuhan.
Untuk memperbesar dan
menggemukkan daging lidah buaya,
pada umur tanaman 12 bulan dilakukan
pemangkasan pada bagian ujung daun.
Perlakuan ini ternyata memberikan
hasil yang cukup baik untuk
mengingkatkan mutu lidah buaya.
Pemberantasan hama dan penyakit
Hama yang menyerang lidah
buaya hampir tidak dijumpai di
lapangan, sedangkan penyakit yang
ditemukan pada tanaman lidah buaya
adalah busuk daun lunak yang
disebabkan oleh Erwinia chrysanthemi
dan busuk pelepah disebabkan oleh
Sclerotium sp. Keduanya dapat
disebabkan oleh bibit dan tanah serta Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
15
air yang telah mngandung bibit
penyakit. Pemberantasannya dilakukan
dengan cara pengambilan tanaman
terinfeksi dan dikubur di luar kebun,
agar tidak menular ketanaman yang
sehat. Pencegahan terhadap
terjangkitnya penyakit tersebut
dilakukan dengan cara memperbaiki
drainase agar kondisi kebun tidak
terlalu lembab dan meningkatkan daya
tahan tanaman melalui pemupukan K
yang lebih tinggi.
Panen dan pasca panen
Lidah buaya sudah dapat dipanen
pada umur 12 – 18 bulan setelah tanam
(Hatta et al., 2001). Panen berikutnya
dilakukan setiap bulan. Setiap kali
panen menghasilkan 1 – 2 pelebah per
pohon dengan berat mencapai 0,90 –
1,50 kg bila pemeliharaannya cukup
baik dan tidak ada gangguan penyakit.
Ciri-ciri umum tanaman lidah buaya
siap dipanen adalah daunnya telah
mempunyai kemiringan 30 – 45o

terhadap permukaan tanah, panjang 50
– 65 cm, lebar 7 – 10 cm, tebal 18,5 –
25,0 mm. Panen dimulai dari pelepah
paling bawah dengan cara menyobek
sedikit bagian pangkal daun, kemudian
secara hati-hati ditarik ke luar. Hasil
panen kemudian dibawa ke tempat
penyortiran yang dilengkapi dengan
rak-rak bambu/kayu. Pelepah
dibungkus satu persatu dengan kertas
koran kemudian disusun secara rapi
dengan posisi tidur di dalam bok plastik
atau peti kayu yang telah disediakan.
Kemasan tersebut segera dikirim ke
tempat pemprosesan lebih lanjut.
DIVERSIFIKASI PRODUK
LIDAH BUAYA
Daun lidah buaya dapat
digunakan sebagai dasar kosmetika
karena lidah buaya mengandung Zn, K,
Fe, Vitamin A, asam folat dan kholin.
Gel/lendir lidah buaya mengandung
vitamin B1, B2, B6, B12, C, E inositol
dan asam folat. Kandungan mineral
lidah buaya sendiri dari Calsium,
potasium, sodium dan chromium,
sedangkan enzim yang terkandung
adalah amylase, catalase, cellulose,
carboxypeptidase, carboxyhelolase dan
lain-lain.
Menurut Djubaedah (2003) hasil
analisis kandungan nutrisi yang
terkandung dalam gel lidah buaya segar
dan kandungan asam amino tercantum
seperti Tabel 1 dan Tabel 2. Potensi
kandungan kimia yang demikian besar
maka peluang diversifikasi produk
lidah buaya sangat memungkinkan.
Tabel 1. Hasil analisis kandungan
koponen nutrisi gel lidah
buaya dalam 100 gram
bahan

Air minum dalam 99,510 %
kemasan 0,067 %
Lemak 0,043 %
Karbohidrat 4,594 IU
Vitamin A 4,476 mg
Vitamin C 0,490 %
Total padatan lain



Perkembangan terakhir yang
memacu peningkatan kebutuhan dan
permintaan lidah buaya adalah Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
16
penggunaan untuk makanan dan
minuman.
Tabel 2. Hasil analisis kandungan asam
amino gel lidah buaya


Daun lidah buaya
Pengupasan
Kulit
Daging daun lidah
buaya
Pemotongan
Pencucian
Pengukusan 100o
C,
10 menit
Pengemasan
Pasteurisasi
80o
C, 15 menit
Penutupan cup
Daun lidah buaya dalam sirup
Analisis produk :
- Kadar gula
- Nutrium benzoate
- Cemaran mikroba
+ Sirup
+ Asam sitrat
+ Na. Benzoat
+ Flavor
+ Garam
Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan daun lidah buaya dalam sirup untuk
industri kecil (Djubaedah, E., 2003)
Keterangan :


= bahan
= proses Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 1, 2003
18
KESIMPULAN
Lidah buaya sebagai komoditi
tanaman obat cukup besar manfaatnya,
mampu memberikan lapangan kerja
dibidang pertanian, perdagangan dan
industri serta meningkatkan pendapatan
petani.
Untuk pemanfaatan lidah buaya
yang beragam dibidang kesehatan dan
kosmetika saat ini, perlu diupayakan
peningkatan produksi dengan
memperbaiki teknologi budidaya serta
diversifikasi produknya. Teknologi
budidaya dengan dukungan lahan yang
sesuai untuk pengembangannya akan
lebih terhindar dari kemungkinan
kegagalanm, terutama kemungkinan
serangan hama dan penyakit. Selain itu
teknologi yang digunakan akan efisien,
meningkatnya hasil lidah buaya secara
langsung menyebabkan bahan baku
akan lebih tersedia dan akan
mendukung diversifikasi produk.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., M.A. Kalhoro, Z. Kalpadia,
Y. Badar, 1993. Aloe a biologicalli
active dan potensial medicinal
plant. Hamdarrd Medicus.
Quarterly Journal of Sci and Med.
Vol. XXXVI. No. 1
Djubaedah, E., 2003. Pengolahan lidah
buaya dalam sirup, Pra-Forum
Apresiasi dan Komersialisasi Hasil
Riset. Balai Besar Industri – Agro.



Hatta, M., Ahmad Musyafak dan
Djamaluddin Sahari, 2001.
Usahatani lidah buaya (Aloe vera),
Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Kalimantan Barat. 22 h.
Yogi, A., K. Makino, I. Nishioka and
Y. Kuchino, 1977. Aloe mannan,
polysacharida, from Aloe
arborescens. Var. Nataleusis. Planta
Medica 31 (1) : 17 – 20
Rosman, R., 2002. Peta kesesuaian
lahan dan iklim tanaman lidah
buaya di Pulau Jawa Bagian Barat.
Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat – Bogor.
Sariputra, G., 2001. Rekomendasi
penggunaan produk Forever Living
Produces pada pasien : 6 h.
Taryono dan A. Ruhnayat, 2002.
Budidaya lidah buaya. Circular No.
1. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat Bogor. 19 h.
Wahid, P., 2000. Peluang
pengembangan dan pelestarian
lidah buaya (Aloe vera) : 21 h.

Tidak ada komentar: